Minggu, 15 Februari 2015

Kajian SUBULANA-6: Sejarah & Sumber Ilmu FIQIH


Sejarah dan proses terbentuknya ilmu Fiqih.

🔷 Muqadimah

🔹Seperti yang telah kita ketahui, bahwa fiqih adalah ilmu yang membahas bidang amali dalam syariat Islam. Syariat itu sendiri adalah tuntutan Allah kepada untuk hamba-Nya baik melalui Al Quran atau Sunnah, baik dalam bentuk keyakinan (akidah) atau mekanisme mendekatkan diri kepadanya dengan ibadah.
🔹Fiqih sudah ada sejak zaman Rasulullah shalallahu 'alaihi wasalam, masa sahabat dan seterusnya hingga kini. Di zaman sahabat fiqih berkembang karena kebutuhan manusia untuk mengetahui hukum-hukum syariat dari realitas yang mereka hadapi saat itu. Sejak saat itu fiqih menjadi kebutuhan manusia hingga saat sekarang. Sebab setiap manusia membutuhkan kepastian hukum dalam menyikapi kenyataan hidup mereka. Sejak saat itu Fiqih menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditawar hingga sekarang. Sehingga fiqih menjadi system yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah dan antara manusia dengan manusia dan makhluk lainnya, setiap manusia mengetahui hak dan kewajibannya, memenuhi hal-hal yang bermaslahat dan menolak yang memadlaratkan.
🔹Selama 14 abad Fiqih Islam menjadi referensi hukum dan akan berlangsung hingga hari kiamat. Ini karena Fiqih memiliki sifat universal dan konprehensip sebab syariat Islam merupakan agama terakhir di bumi.
🔹 Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam tidak meninggalkan dunia ini, kecuali setelah bangunan syariat Islam lengkap dengan nash yang tegas dan jelas.
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Maidah: 3)
Beliau shallallahu`alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas...( HR. Bukhari)
“Aku tinggalkan kalian dalam suatu keadaan terang-benderang, siangnya seperti malamnya. Tidak ada yang berpaling dari keadaan tersebut kecuali ia pasti celaka.”(HR. Ahmad)
Ast.: "Tidaklah ada sesuatu yang mendekatkan diri kepada surga dan menjauhkan dari neraka melainkan telah dijelaskan kepada kalian.”(HR. Thabrani)
Sahabat Abu Dzar al-Ghifari berkata, “Rasulullah wafat meninggalkan kami dalam keadaan tidak ada seekor burung pun yang terbang di udara melainkan beliau telah mengajarkan ilmunya kepada kami.” (HR. Thabrani)
🔹 Namun demikian kenyataannya  Rasulullah tidak meninggalkan hukum-hukum Islam baku. Al Quran dan hadits masih perlu ditafsirkan, disyarah bahkan melalui proses validasi. Ternyata yang beliau tinggalkan adalah sejumlah kaidah global, sebagian hukum-hukum juz’i (penggalan masalah), dan hukum- hukum pengadilan yang ada di Al Quran dan Sunnah. Sebagian kecil dan ringkas ini hampir mencukupi untuk menata kehidupan para shahabat khususnya dan umat manusia umumnya pada saat itu.
🔹 Kehidupan dan permasalahan semakin berkembang seiring semakin bertambahnya populasi umat Islam dan perubahan zaman. Kebutuhan terhadap fiqh dan kaidah-kaidah umumnya pun semakin meningkat. Terutama di negara dan wilayah baru yang dibuka oleh umat Islam. Kian hari fiqh kian brkembang dari generasi ke generasi sehingga fiqh menjadi disiplin ilmu tersendiri yang sangat luas dan sistematis.
🔹Jika diteliti, fiqh sejak zaman Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam hingga masa-masa berikutnya melalui sejumlah fase pertumbuhan yang berbeda-beda dalam empat generasi atau empat abad pertama (hijriyah).
🔹Perkembangan Fiqih mungkin bisa digambarkan atau diklasifikasikan dalam bentuk beberapa fase :
🔸 Fase I
Masa Risalah dimulai dan diakhiri selama Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam hidup hingga wafat. Di masa ini bangunan syariat dan agama telah sempurna.
🔸Fase II
Masa Khulafaur rashidin hingga pertengahan abad pertama hijriyah. Dua fase I dan II adalah fase pengantar penulisan fiqh.
🔸Fase III
Diawali sejak pertengahan abad pertama hijriyah hingga awal abad kedua hijriyah. Ilmu fiqh menjadi disiplin ilmu tersendiri. Di fase ini sekolah-sekolah fiqh tumbuh pesat yang sesungguhnya adalah setiap sekolah itu sebagai media bagi setiap madzhab fiqh. Fase ini bisa disebut sebagai fase peletakan dasar bagi kodifikasi fiqh.
🔸Fase IV
Diawali dari pertengahan abad keempat hijriyah hingga pertengahan abad empat hijriyah. Di fase ini fiqh telah sempurna terbentuk.
🔸Fase V
Diawali pertengahan abad lima hijriyah hingga jatuhnya Baghdad, ibu kota daulah abbasiyah sebagai pusat ilmu dan peradaban Islam ke tangan Tartar di pertengahan abad tujuh. Di fase ini fiqh mulai memasuki masa statis dan taqlid dalam penulisan fiqh.
🔸Fase VI
Diawali dari pertengahan abad tujuh hijriyah hingga awal abad modern. Fase ini adalah fase kelemahan dalam sistematika dan metodologi penulisan fiqh.
🔸Fase VII
Diawali dari pertengahan abad 13 hijriyah hingga sekarang. Di fase ini studi fiqh, terutama studi perbandingan fiqh mulai berkembang dan bisa dikatakan menjadi trend.


SUMBER ILMU FIQIH

v  Fiqih mungkin saja dikatakan sebagai produk manusia, tetapi ia bersumber dari wahyu ilahi. Fiqih merupakan hasil dari kerja keras umat manusia menerjemahkan hokum dan perintah langit, yang ia masih berbentuk mukjizat kedalam bentuk yang lebih “manusiawi”. Dengan kaidah dan aturan yang ilmiah.
v  Dan garis-garis besar hokum fiqih seperti hal yang disepakati ulama bias dikatakan 100 % sesuai kehendak sang pembuat syariah, Allah ta’ala.
v  Sumber-sumber fiqih Islam itu bias dibagi menjadi dua macam, sumber-sumber yang utama (primer) serta sumber yang merupakan turunan (sekunder).

1.       Sumber Utama.
Sumber utama fiqih Islam ada empat : Al Qura’n, Hadist, Ijma’ dan Qiyas.
2.       Sumber – sumber Tambahan
Sumber-sumber fiqih tidak hanya terbatas pada 4 yang disebutkan diatas, masih ada banyak lagi sumber-sumber hokum fiqih yang digunakan oleh para ulama, meskipun detailnya bias saja terjadi beberapa perbedaan.

Diantara sumber-sumber fiqih Islam yang sifatnya tambahan antara lain adalah Al-Masalih Al-Mursalah, Al-Istidlal, Al-Istishab, Saddu Adz-Dzari’ah, Al-Istihsan, Al-‘Urf, Syar’u Man Qablana serta Amalu Ahlil Madinah.
Abad Modern = terjadi direntang abad 10-13 H.

1.       Sumber Al Quran.
Ayat-ayat Hukum
Al Qura’an adalah sumber utama dalam masalahh hokum atau fiqih. Namun dlama kenyataannya kalau kita perhatikan, tidak semua ayat Al Qura’n selalu mengandung hokum-hukum fiqih. Banyak dari ayat itu yang terkait juga dengan masalah keimanan dan aqidah, akhlaq, nasehat tentang sikap dan prilaku baik, isyarat tentang ilmu pengetahuan dan sains,kisah-kisah tentang kehidupan umat masa lalu, dan lainnya.

Pengrtian ayat hukum.
Par ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ayat hokum adalah : Ayat-ayat yang menjelaskan hokum-hukum fiqhiyah dan menjadi dalil atas hokum-hukumnya baik secara nash atau secara istimbath.
Dengan defenisi ini, maka ayat-ayat Al Qura’n yang tidak menjelaskan tentang hokum-hukum fiqih dianggap bukan ayat ahkam. Ayat-ayat yang menjelaskan tentang aqidah, akhlaq, kisah-kisah dan lainnya, tidak dimasukkan ke dalam ayat hokum.

Jumlah Ayat Hukum
Para ulama berbeda pendapat tentang ayat-ayat hokum apakah ayat-ayat hokum itu terbatas atau tidak.
a.       Terbatas beberapa ayat
Pendapat pertama mengatakan bahwa jumlah ayat hokum itu terbatas pada beberapa ayat saja. Mereka mendasarkan pendapatnya berangkat dari defenisi di atas, dimana kenyataannya bahwa ayat-ayat AlQura’n yang terkait dengan hokum-hukum fiqih memang terbatas pada ayat-ayat tertentu saja. Dan tidak semua ayat Al Qura’n yang enam ribuan ayat itu otomatis menjadi ayat hokum. Mereka yang mendukung pendapat ini antara lain adalah Al Imam Al Ghazali termasuk salah satu dari mereka yang menegaskan hal ini dalam kitab beliau, Al Mustashafa, juga AlImam Ar Razi dalam kitab beliau Al Mahshul, dan juga Al Mawardi dalam kitab Adabul Qadhi.

Sebagian ulama mengatakan bahwa jumlah ayat hukum itu hanya sekitar 150 ayat saja. Sebagian lain mengatakan bahwa jumlahnya sekitar 500 an ayat, Al Imam As Suyuti mengatakan di dalam kitab Madarijus salikin, bahwa jumlah ayat-ayat hokum mencapai 500 an ayat.

b.      Tidak Terbatas
Sedangkan pendapat kedua mengatakan bahwa ayat-ayat hokum itu tidak terbatas hanya pada ayat tertentu saja.
Najamuddin At Thufi mengatkan bahwa benar bahwa ayat-ayat hokum itu tidak terbatas hanya pad angka-angka itu saja. Dalam pandangan beliau dan ulama yang sependapat, bahwa seluruh atau sebagian besar ayat-ayat Al Qura’an mengandung hukum yang menjadi sumber utama fiqih Islam. Meski hanya terselip secara implisit dimana kebanyakan orang kurang menyadari Al Qarafi mengatakan bahwa tidak ada satupun ayat kecuali terkandung di dalamnya suatu hukum.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar