Sejarah dan
proses terbentuknya ilmu Fiqih.
🔷
Muqadimah
🔹Seperti
yang telah kita ketahui, bahwa fiqih adalah ilmu yang membahas bidang amali
dalam syariat Islam. Syariat itu sendiri adalah tuntutan Allah kepada untuk
hamba-Nya baik melalui Al Quran atau Sunnah, baik dalam bentuk keyakinan
(akidah) atau mekanisme mendekatkan diri kepadanya dengan ibadah.
🔹Fiqih
sudah ada sejak zaman Rasulullah shalallahu 'alaihi wasalam, masa sahabat dan
seterusnya hingga kini. Di zaman sahabat fiqih berkembang karena kebutuhan
manusia untuk mengetahui hukum-hukum syariat dari realitas yang mereka hadapi
saat itu. Sejak saat itu fiqih menjadi kebutuhan manusia hingga saat sekarang.
Sebab setiap manusia membutuhkan kepastian hukum dalam menyikapi kenyataan
hidup mereka. Sejak saat itu Fiqih menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditawar
hingga sekarang. Sehingga fiqih menjadi system yang mengatur hubungan antara
manusia dengan Allah dan antara manusia dengan manusia dan makhluk lainnya,
setiap manusia mengetahui hak dan kewajibannya, memenuhi hal-hal yang
bermaslahat dan menolak yang memadlaratkan.
🔹Selama
14 abad Fiqih Islam menjadi referensi hukum dan akan berlangsung hingga hari
kiamat. Ini karena Fiqih memiliki sifat universal dan konprehensip sebab
syariat Islam merupakan agama terakhir di bumi.
🔹
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam tidak meninggalkan dunia ini, kecuali
setelah bangunan syariat Islam lengkap dengan nash yang tegas dan jelas.
“Pada hari
ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa
terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Maidah: 3)
Beliau shallallahu`alaihi
wa sallam bersabda, "Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu
jelas...( HR. Bukhari)
“Aku
tinggalkan kalian dalam suatu keadaan terang-benderang, siangnya seperti
malamnya. Tidak ada yang berpaling dari keadaan tersebut kecuali ia pasti
celaka.”(HR. Ahmad)
Ast.: "Tidaklah ada sesuatu yang
mendekatkan diri kepada surga dan menjauhkan dari neraka melainkan telah
dijelaskan kepada kalian.”(HR. Thabrani)
Sahabat Abu
Dzar al-Ghifari berkata, “Rasulullah wafat meninggalkan kami dalam keadaan
tidak ada seekor burung pun yang terbang di udara melainkan beliau telah
mengajarkan ilmunya kepada kami.” (HR. Thabrani)
🔹
Namun demikian kenyataannya Rasulullah
tidak meninggalkan hukum-hukum Islam baku. Al Quran dan hadits masih perlu
ditafsirkan, disyarah bahkan melalui proses validasi. Ternyata yang beliau
tinggalkan adalah sejumlah kaidah global, sebagian hukum-hukum juz’i (penggalan
masalah), dan hukum- hukum pengadilan yang ada di Al Quran dan Sunnah. Sebagian
kecil dan ringkas ini hampir mencukupi untuk menata kehidupan para shahabat
khususnya dan umat manusia umumnya pada saat itu.
🔹
Kehidupan dan permasalahan semakin berkembang seiring semakin bertambahnya
populasi umat Islam dan perubahan zaman. Kebutuhan terhadap fiqh dan
kaidah-kaidah umumnya pun semakin meningkat. Terutama di negara dan wilayah
baru yang dibuka oleh umat Islam. Kian hari fiqh kian brkembang dari generasi
ke generasi sehingga fiqh menjadi disiplin ilmu tersendiri yang sangat luas dan
sistematis.
🔹Jika
diteliti, fiqh sejak zaman Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam hingga
masa-masa berikutnya melalui sejumlah fase pertumbuhan yang berbeda-beda dalam
empat generasi atau empat abad pertama (hijriyah).
🔹Perkembangan
Fiqih mungkin bisa digambarkan atau diklasifikasikan dalam bentuk beberapa fase
:
🔸
Fase I
Masa Risalah
dimulai dan diakhiri selama Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam hidup hingga
wafat. Di masa ini bangunan syariat dan agama telah sempurna.
🔸Fase
II
Masa
Khulafaur rashidin hingga pertengahan abad pertama hijriyah. Dua fase I dan II
adalah fase pengantar penulisan fiqh.
🔸Fase
III
Diawali
sejak pertengahan abad pertama hijriyah hingga awal abad kedua hijriyah. Ilmu
fiqh menjadi disiplin ilmu tersendiri. Di fase ini sekolah-sekolah fiqh tumbuh
pesat yang sesungguhnya adalah setiap sekolah itu sebagai media bagi setiap
madzhab fiqh. Fase ini bisa disebut sebagai fase peletakan dasar bagi
kodifikasi fiqh.
🔸Fase
IV
Diawali dari
pertengahan abad keempat hijriyah hingga pertengahan abad empat hijriyah. Di
fase ini fiqh telah sempurna terbentuk.
🔸Fase
V
Diawali
pertengahan abad lima hijriyah hingga jatuhnya Baghdad, ibu kota daulah
abbasiyah sebagai pusat ilmu dan peradaban Islam ke tangan Tartar di
pertengahan abad tujuh. Di fase ini fiqh mulai memasuki masa statis dan taqlid
dalam penulisan fiqh.
🔸Fase
VI
Diawali dari
pertengahan abad tujuh hijriyah hingga awal abad modern. Fase ini adalah fase
kelemahan dalam sistematika dan metodologi penulisan fiqh.
🔸Fase
VII
Diawali dari
pertengahan abad 13 hijriyah hingga sekarang. Di fase ini studi fiqh, terutama
studi perbandingan fiqh mulai berkembang dan bisa dikatakan menjadi trend.
SUMBER ILMU
FIQIH
v
Fiqih mungkin saja dikatakan sebagai produk
manusia, tetapi ia bersumber dari wahyu ilahi. Fiqih merupakan hasil dari kerja
keras umat manusia menerjemahkan hokum dan perintah langit, yang ia masih
berbentuk mukjizat kedalam bentuk yang lebih “manusiawi”. Dengan kaidah dan
aturan yang ilmiah.
v
Dan garis-garis besar hokum fiqih seperti hal yang
disepakati ulama bias dikatakan 100 % sesuai kehendak sang pembuat syariah,
Allah ta’ala.
v
Sumber-sumber fiqih Islam itu bias dibagi
menjadi dua macam, sumber-sumber yang utama (primer) serta sumber yang
merupakan turunan (sekunder).
1.
Sumber Utama.
Sumber
utama fiqih Islam ada empat : Al Qura’n, Hadist, Ijma’ dan Qiyas.
2.
Sumber – sumber Tambahan
Sumber-sumber
fiqih tidak hanya terbatas pada 4 yang disebutkan diatas, masih ada banyak lagi
sumber-sumber hokum fiqih yang digunakan oleh para ulama, meskipun detailnya
bias saja terjadi beberapa perbedaan.
Diantara sumber-sumber fiqih Islam yang
sifatnya tambahan antara lain adalah Al-Masalih Al-Mursalah, Al-Istidlal,
Al-Istishab, Saddu Adz-Dzari’ah, Al-Istihsan, Al-‘Urf, Syar’u Man Qablana serta
Amalu Ahlil Madinah.
Abad Modern = terjadi direntang abad 10-13 H.
1.
Sumber Al Quran.
Ayat-ayat
Hukum
Al
Qura’an adalah sumber utama dalam masalahh hokum atau fiqih. Namun dlama
kenyataannya kalau kita perhatikan, tidak semua ayat Al Qura’n selalu
mengandung hokum-hukum fiqih. Banyak dari ayat itu yang terkait juga dengan
masalah keimanan dan aqidah, akhlaq, nasehat tentang sikap dan prilaku baik,
isyarat tentang ilmu pengetahuan dan sains,kisah-kisah tentang kehidupan umat
masa lalu, dan lainnya.
Pengrtian
ayat hukum.
Par
ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ayat hokum adalah : Ayat-ayat yang
menjelaskan hokum-hukum fiqhiyah dan menjadi dalil atas hokum-hukumnya baik
secara nash atau secara istimbath.
Dengan
defenisi ini, maka ayat-ayat Al Qura’n yang tidak menjelaskan tentang
hokum-hukum fiqih dianggap bukan ayat ahkam. Ayat-ayat yang menjelaskan tentang
aqidah, akhlaq, kisah-kisah dan lainnya, tidak dimasukkan ke dalam ayat hokum.
Jumlah
Ayat Hukum
Para
ulama berbeda pendapat tentang ayat-ayat hokum apakah ayat-ayat hokum itu
terbatas atau tidak.
a.
Terbatas beberapa ayat
Pendapat
pertama mengatakan bahwa jumlah ayat hokum itu terbatas pada beberapa ayat
saja. Mereka mendasarkan pendapatnya berangkat dari defenisi di atas, dimana
kenyataannya bahwa ayat-ayat AlQura’n yang terkait dengan hokum-hukum fiqih
memang terbatas pada ayat-ayat tertentu saja. Dan tidak semua ayat Al Qura’n
yang enam ribuan ayat itu otomatis menjadi ayat hokum. Mereka yang mendukung
pendapat ini antara lain adalah Al Imam Al Ghazali termasuk salah satu dari
mereka yang menegaskan hal ini dalam kitab beliau, Al Mustashafa, juga AlImam
Ar Razi dalam kitab beliau Al Mahshul, dan juga Al Mawardi dalam kitab Adabul
Qadhi.
Sebagian
ulama mengatakan bahwa jumlah ayat hukum itu hanya sekitar 150 ayat saja.
Sebagian lain mengatakan bahwa jumlahnya sekitar 500 an ayat, Al Imam As Suyuti
mengatakan di dalam kitab Madarijus salikin, bahwa jumlah ayat-ayat hokum
mencapai 500 an ayat.
b.
Tidak Terbatas
Sedangkan
pendapat kedua mengatakan bahwa ayat-ayat hokum itu tidak terbatas hanya pada
ayat tertentu saja.
Najamuddin
At Thufi mengatkan bahwa benar bahwa ayat-ayat hokum itu tidak terbatas hanya
pad angka-angka itu saja. Dalam pandangan beliau dan ulama yang sependapat,
bahwa seluruh atau sebagian besar ayat-ayat Al Qura’an mengandung hukum yang
menjadi sumber utama fiqih Islam. Meski hanya terselip secara implisit dimana
kebanyakan orang kurang menyadari Al Qarafi mengatakan bahwa tidak ada satupun
ayat kecuali terkandung di dalamnya suatu hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar