1. PENGANTAR ILMU
FIQIH.
v
PENGERTIAN (ta'rif)
FIQIH
ü Pengertian
secara Bahasa Fiqih فقه
Fiqih secara
bahasa artinya al fahm (الفهم) yakni paham.
Contoh kata
fiqih dalam al Quran :
(قَالُوايَاشُعَيْبُمَانَفْقَهُكَثِيرًامِمَّاتَقُولُوَإِنَّالَنَرَاكَفِينَاضَعِيفًاۖوَلَوْلَارَهْطُكَلَرَجَمْنَاكَۖوَمَاأَنْتَعَلَيْنَابِعَزِيزٍ)
[Surat Hud : 91]
“Mereka
berkata: "Hai Syu’aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu
katakan itu (QS. Hud: 91)
(أَيْنَمَاتَكُونُوايُدْرِكْكُمُالْمَوْتُوَلَوْكُنْتُمْفِيبُرُوجٍمُشَيَّدَةٍۗوَإِنْتُصِبْهُمْحَسَنَةٌيَقُولُواهَٰذِهِمِنْعِنْدِاللَّهِۖوَإِنْتُصِبْهُمْسَيِّئَةٌيَقُولُواهَٰذِهِمِنْعِنْدِكَۚقُلْكُلٌّمِنْعِنْدِاللَّهِۖفَمَالِهَٰؤُلَاءِالْقَوْمِلَايَكَادُونَيَفْقَهُونَحَدِيثًا)
[Surat An-Nisa : 78]
Katakanlah:
"Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu
(orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun?” (QS. An
Nisa : 78)
Diayat
diatas ada kalimat (kata) : maa
nafqohu yg artinya = maa (tidak) nafqohu (kami memahami).
5:57 25 Jan
- ust. Ahmad syahrin Toriq: Diayat selanjutnya, an Nisa ayat 78 ada kalimat :
yafqohuuna (mereka memahami).
Semua
kalimat tersebut berasal dr kata faqiha فقه
Catatan
kecil :
Dalam basa
arab, kata disebut kalimat.Sedangkan kalimat disebu jumlah.
Kita
sepakati, kita gunakan kalimat untuk kata, jumlah utk kalimat.
Memahami =
mengerti.
Beberapa
syarah (penjelasan):
Ta'rif (pengertian)
Ta'rif adalah sebuah ungkapan yang menjelaskan
hakikat sesuatu. Kelihatannya hal sepele, namun sebenarnya ta'rif tidak bukan
perkara sederhana... ta''rif yang keliru bisa menyebabkan kesalahan fatal.
Karena itu dalam segala permasalah fiqih dan agama
umumnya, ta'rif selalu disertakan. Dalam
bahasa indonesia ta'rif disebut definisi.
Syarat ta'rif diantaranya Jaami'
(جامع) dan Maani’i(مانع).
Jami' artinya mencakup (yg harus dicakup), mani'
artinya menolak/mengeluarkan (sesuatu yg tidak masuk kategori). Sehingga ta'rif
tidak cukup secara bahasa, krn masih terlalu umum, perlu ta'rif secara istilah.
Yang berfungsi utk mencakup dan
mengeluarkan yg tidak seharusnya dalam cakupan.
Kata fiqih yg maknanya = ilmu paham, masih sangat umum. Bisa dikatakan jami' (meliputi) nya
berfungsi. Sedangkan mani' nya tidak. Karna faham disini bisa paham fiqh,
paham ilmu bahasa,
paham matematika, paham aqidah, paham ilmu falsafah dll. Padahal difiqih
tidak ada
matematika, ilmu aqidah dst....
Fungsi Mani =Menolak. Kita ambil contoh. Kata : kitabullah. Secara bahasa
artinya kitabnya
Allah. Disini kita lihat fungsi mencakupnya (jami') berfungsi baik, Semua kitab Allah
tercakup,
injil, taurat, al quran dll.
Tp fungsi mani' (menolak) tidak
berfungsi . Karena yg dimaksud kitabullah adalah al quran. Injil, zabur tidak
termsuk.
Sehingga kemudian dibuat difinisi
secara istilahi : kitabullah adalah wahyu yang Allah turunkan kepada nabi
muhammad lewat malaikat jibril.
Disini barulah mani'nya berfungsi....
Kalau tidak
paham perkara ta'rif tidak apa-apa, karena
sarahnya lebih kepada tatabahasa, ilmu
logika. Ana sudh berupaya menyederhanakan. Tp masalahnya ini juga bukan perkara
yg sederhana...😃
Yg perlu
antm pahami betul, inti2 pembahasan saja. Yg ana tandsi dengan
🌷 pengertian secara
istilah
Fiqih adalah
Ilmu yang membahas hukum-hukum syariat bidang amaliyah (perbuatan nyata) yang
diambil dari dalil-dalil secara rinci,”
🌻
Penjelasan definisi.
Di ta'rif
istilah diatas kita menemukan kata :
1. Ilmu
2. Hukum syariat
3. Perbuatan nyata
4. Dalil -dalil rinci.
Kita bahas
yuk (nah, kita akan tahu mani'nya disini)
Ad.1.
Ilmu
IlmuFiqih
adalah sebuah cabang ilmu, yang tentunya bersifat ilmiyah, logis dan memiliki
obyek dan kaidah tertentu.
Fiqh tidak
seperti tasawuf yang lebih merupakan gerakan hati dan perasaan. Juga bukan
seperti tarekat yang merupakan pelaksanaan ritual-ritual. Fiqih juga bukan seni
yang lebih bermain dengan rasa dan keindahan.
Fiqih adalah
sebuah cabang ilmu yang bisa dipelajari, didirikan di atas kaidah-kaidah yang
bisa dipresentasikan dan diuji secara ilmiyah.
Selama ini
fiqih sudah menjadi fakultas yang diajarkan di berbagai universitas sebagai
salah satu cabang ilmu pengetahuan yang bersifat akademis dan diakui secara
ilmiyah di dunia international.
Ad.2.
Hukum Syariat
Ilmu fiqih
adalah salah satu cabang ilmu, yang secara khusus termasuk ke dalam cabang ilmu
hukum. Jadi pada hakikatnya ilmu fiqih adalah ilmu hukum.
Kita
mengenal ada banyak cabang dan jenis ilmu hukum, misalnya hukum adat yang
secara tradisi berkembang pada suatu masyarakat tertentu. Selain hukum adat,
kita juga mengenal hukum barat yang umumnya hasil dari penjajahan Belanda.
Hukum yang
menjadi wilayah kajian ilmu fiqih adalah hukum syariat, yaitu hukum yang
bersumber dari Allah SWT serta telah menjadi ketetapan-Nya, dimana kita sebagai
manusia, telah diberi beban mempelajarinya, lalu menjalankan hukum-hukum itu,
serta berkewajiban juga untuk mengajarkan hukum-hukum itu kepada umat manusia.
Dengan kata
lain, ilmu fiqih bukan ilmu hukum yang dibuat oleh manusia. Fiqih adalah hukum
syariat, dimana hukum itu 100% dipastikan berasal dari Allah SWT.
Keterlibatan
manusia dalam ilmu fiqih hanyalah dalam menganalisa, merinci, memilah serta
menyimpullkan apa yang telah Allah taala firmankan lewat Al-Quran Al-Kariem dan
juga lewat apa yang telah Rasulullah shalallahualaihi wslm sampaikan berupa
sunnah nabawiyah atau hadits nabawi.
Ad.3.
Amaliyah nyata
Yang
dimaksud dengan amaliah adalah bahwa hukum fiqih itu terbatas pada hal-hal yang
bersifat amaliyah badaniyah, bukan yang bersifat ruh, perasaan, atau wilayah
kejiwaan lainnya.
Sebagaimana
kita tahu hukum syariah itu cukup banyak wilayahnya, ada wilayah akidah yang
lebih menekankan pada wilayah keyakinan dan pondasi keimanan. Ada hukum yang
terkait dengan akhlak dan etika.
Dalam hal
ini ilmu hukum fiqih hanya membahas hukum-hukum yang bersifat fisik berupa
perbuatan- perbuatan manusia secara fisik lahiriyah. Tegasnya, fiqih itu hanya
menilai dari segi yang kelihatan saja, sedangkan yang ada di dalam hati, atau
di dalam benak, tidak termasuk wilayah amaliyah.
Ad.4.
Dalil-Dalinya rinci
Banyak orang
beranggapan bahwa ilmu fiqih itu sekedar karangan atau logika para ulama, yang
menurut mereka bahwa ulama itu manusia juga. Sedangkan yang berasal dari Allah
hanyalah Al-Quran, dan yang berasal dari Rasulullah adalah Al-Hadits.
Cara
pemahaman seperti ini mungkin maksudnya benar tetapi agak kurang tepat dalam
memahaminya. Sesungguhnya ilmu fiqih itu 100% diambil dari Al-Quran dan Sunnah
nabiwiyah, sebagai sumber rujukan utama. Rasanya tidak ada yang menyalahi hal
prinsip ini.
Namun kita
tahu bahwa tidak mudah memahami Al- Quran atau hadits begitu saja, khususnya
buat orang-orang yang awam dan tidak mengerti ilmu-ilmu dalam memahami
keduanya.
Kalau yang
melakukannya orang awam atau orang ajam, apalagi jarak antara kita hidup dengan
masa turunnya Al- Quran sudah terpaut 14 abad lamanya. Ditambah lagi kita punya
perbedaan budaya dengan Rasulullah shalallahualaihiwaslam.
Maka harus
ada ilmu dan metode yang baku dan bisa dipertanggung-jawabkan untuk bisa
mengeluarkan kesimpulan hukum dari Al-Quran dan Sunnah.
Kalau boleh
dibuat perumpamaan, ilmu fiqih itu ibarat ilmu tentang prakiraan cuaca. Ilmu
ini tentu bukan ilmu ramal meramal dengan menggunakan kekuatan ghaib. Ilmu ini
mengandalkan data dan fakta dari gejala-gejala di alam, yang sebenarnya semua
orang bisa melihat atau merasakannya. Misalnya arah hembusan angin dan
kecepatannya, kelembaban udara, suhu, dan lainnya.
Bagi orang
awam, walaupun mereka bisa melihat atau merasakannya semua gejala alam itu,
namun mereka tidak akan bisa mengetahui bagaimana mengolah data-data gejala
alam itu secara akurat. Yang bisa mengolah data-data itu hanya mereka yang
belajar ilmu itu secara serius.
Kalau kita
buka kitab suci Al-Quran dan atau membolak- balik kitab shahih Bukhari,
sebenarnya yang kita lakukanbarulah membaca data mentah.
Kalau kita
tidak mengerti bahasa Arab dengan seluk beluk sastranya, maka kita tidak akan
mengerti makna setiap ayat dan hadits sebagai mendasar.
Kalau kita
tidak tahu latar belakang kenapa ayat itu turun, dan juga tidak punya informasi
kenapa Rasulullah bersabda, tentu saja kita tidak punya pegangan dasar tentang
tujuan masing-masing dalil itu.
Satu hal
lagi yang amat fatal, yaitu seringkali secara sekilas kita melihat atau
menyangka telah terjadi ketidak- singkronan antara satu ayat dengan ayat
lainnya, juga antara hadits yang satu dengan hadits lainnya. Bahkan antara ayat
dan hadits pun terkadang terjadi hal yang sama. Maka buat orang awam,
seringkali terjadi kekeliruan yang amat fatal.
Padahal yang
sesungguhnya terjadi bukan tidak singkron, tetapi karena kita tidak tahu konteks
dari masing- masing dalil. Atau boleh jadi Nabi shallallahu ‘alaihiwasallam
berbicara dalam waktu dan situasi yang berbeda.
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah ditanya shahabat, amal apa yang paling utama di sisi
Allah. Jawaban beliau adalah jihad di jalan Allah. Tetapi pada kesempatan yang
lain, ketika diajukan pertanyaan yang sama, jawaban beliau adalah berbakti
kepada orang tua. Bahkan pernah juga beliau hanya berpesan untuk tidak pernah
berdusta selama-lamanya.
Tentu saja
orang awam akan bingung kalau membaca hadits-hadits yang sekilas kelihatan
berbeda itu. Tetapi dengan ilmu fiqih, kita jadi tahu bahwa jawaban yang
berbeda-beda itu ternyata disebabkan orang yang bertanya berbeda-beda.
Ternyata
beliau menjawab setiap pertanyaan itu
berdasarkan kondisi subjektif masing-masing penanya. Mereka yang kurang
berbakti kepada orang tua, maka nasihat beliau adalah disuruh berbakti. Buat
mereka yangrada pengecut dan kurang punya nyali, beliau anjurkan untuk berjihad
di jalan Allah. Sedangkan buat pedagang yang sering kalau berdagang banyak
bohongnya, nasehat beliau adalah jangan berdusta.
Kesimpulan :
Secara
sederhana kita bisa simpulkan bahwa fiqih adalah kesimpulan hukum-hukum
bersifat baku hasil ijtihad ulama yang bersumber dari Al-Quran, sunnah, ijma,
qiyas dan dalil- dalil yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar